Rabu, 27 Maret 2024

Cerita Sore Bersama Bapak

08.41 0 Comments

Hari ini Hari ke 17 di bulan Ramadhan, Hari ini malam Nuzulul Qur'an, Malam yang penuh keberkahan dan kemuliaan. 

Senja beranjak perlahan bergerak menghilang berganti malam, tak lama kemudian adzan maghrib pun berkumandang, Alhamdulillah puji syukur kepada Allah swt yang memberikan nikmat sehat sehingga kami sekeluarga masih bisa menunaikan puasa ramadhan hari ini dengan lancar. Hari ini seperti biasa kami duduk di meja makan untuk berbuka puasa  bersama, berbuka dengan yang manis kurma, kolak singkong campur kolang - kaling, dan yang tak boleh ketinggalan tentu saja gorengan favorit, pisang goreng, bakwan dan tahu goreng. Masyaallah Alhamdulillah

Ketika sedang berbuka puasa dengan menyantap kolak, bapak tiba - tiba saja bercerita tentang perjuangan para petani gula aren dan kolang - kaling di Sendang Kabupaten Lampung Tengah, kebetulan gula aren dan kolang - kaling yang sedang kami santap adalah hasil olahan dari para petani di Sendang Lampung Tengah. Bapak berkata, "ketika musim penghujan begini para petani gula aren di Sendang sedang mengalami masa - masa panen yang sangat berlimpah. bukan hanya gula aren dan kolang - kaling, tetapi mereka juga akan memanen banyak buah hasil dari kebun, seperti durian, duku, pisang, rambutan, manggis dan petai". maka pantas saja jika kita akan menemukan banyak sekali penjual duku, durian, rambutan, manggis sampai petai di pinggir jalan.

Namun sayang nya meskipun mereka memiliki hasil panen yang berlimpah ruah tetapi para petani di Sendang memiliki kendala untuk mengangkut hasil panen ke luar kebun, hal ini disebabkan karena kebanyakan kebun dari warga Sendang berada pada lereng pegunungan yang terjal. Pada musim penghujan jalanan menuju kebun akan menjadi sangat licin, terjal dan berlumpur sehingga medan yang mereka lalui pun akan menjadi lebih ekstrim, oleh karena itu tak jarang ketika musim hujan begini para petani di sendang akan memodifikasi kendaraan bermotornya sesuai kondisi keadaan jalan. untuk bisa melalui jalanan yang licin dan berlumpur mereka harus memasang rantai di ban depan dan belakang. 

Sungguh perjuangan para petani untuk membawa hasil panen keluar dari kebun sangatlah memicu adrenalin dan luar biasa. Karena itu sudah sepantasnya jika kita bersyukur dan berterimakasih kepada para petani yang sudah berjuang untuk ketersediaan bahan makanan sampai di rumah kita. 


Selasa, 26 Maret 2024

Mudik Lebaran

07.20 0 Comments

Mudik merupakan fenomena tahunan yang biasanya terjadi ketika menjelang hari raya idul fitri. Mudik sendiri identik pada perjalanan pulang ke kampung halaman dengan tujuan bertemu dan berkumpul sanak keluarga untuk merayakan momen hari raya idul fitri bersama.

Sehabis subuh di akhir ramadhan, tepatnya H - 4 Idul Fitri, pagi ini suasana di rumahku tak seperti biasanya. Sejak habis sahur semua orang di rumah sudah sibuk mempersiapkan perjalanan mudik hari ini, ayah sedang berada di garasi untuk memeriksa mesin mobil, adikku yang bertugas memasukkan beberapa barang ke dalam mobil seperti tas dan koper, Sedangkan aku membantu ibu mempersiapkan bahan makanan yang akan dibawa untuk bekal selama perjalanan dan membersihkan rumah/dapur, juga memastikan tak ada barang yang tertinggal. 

Lebaran tahun ini kami sekeluarga akan mudik ke kampung halaman kelahiran ayahku. Tepatnya di Paguyangan, Brebes, Jawa Tengah. Perjalanan dari Lampung ke Brebes melalui jalur darat dengan jarak tempuh yang memakan waktu lumayan lama yakni kurang lebih hampir 12 - 14 jam. Meskipun lama dan jauh, tapi mudik adalah momen yang paling aku tunggu. Mudik ke pulau Jawa, menyeberangi selat Sunda, naik kapal laut dari pelabuhan Bakauheni menuju ke pelabuhan Merak, kemudian dilanjutkan bermacet - macetan di jalan tol. Meskipun ke semua hal itu sangat menguras energi dan tenaga tapi tetap selalu saja membuat candu untuk kami bisa mengulang kembali. 

Bersilaturahmi dengan kerabat dan sanak keluarga adalah poin utama dari tujuan mudik ke kampung halaman, Sepanjang perjalanan menuju kampung halaman, alam menyajikan pemandangan yang luar biasa indah. Tak henti - hentinya aku memandang takjub pada kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa. Gunung - gunung yang menjulang tinggi, udara yang sejuk membuat fikiran ini menjadi segar dan damai.

Ketika sudah sampai di kampung halaman ayah, hawa dingin dan udara segar sangat terasa memenuhi ruang di dadaku. Pemandangan indah berupa deretan bukit langsung tersaji di depan mata, gemiricik air sungai terdengar jelas dari rumah kakek. Kebetulan, letak sungainya tidak jauh dari rumah kakek. Suasana seperti ini lah yang sangat aku rindukan, pemandangan alam yang masih sangat asri, sejuk dan indah. 

Tradisi yang masih terus dilakukan di kampung halaman kakek sampai saat ini adalah tradisi saat menjelang malam lebaran dimana sebagian warga (kawula muda) akan berbondong-bondong melakukan pawai takbir keliling, dan sebagian nya lagi (para orang tua) akan melakukan takbir di masjid. Untuk berkeliling, warga akan menggunakan gerobak yang di dalamnya sudah terisi peralatan untuk takbir, seperti mik, speaker, dan mesin generator sebagai listriknya. Dengan peralatan seadanya tersebut, para warga akan melakukan takbir keliling dari dusun ke dusun dan tak jarang naik turun bukit. Tak ketinggalan ketika pawai mereka akan membunyikan mercon. Dalam hal ini mercon yang di gunakan bukan hanya mercon modern tapi mereka juga akan membawa mercon yang terbuat dari bambu. Bahkan tak jarang ada beberapa yang membawa kembang api, sehingga riuh ramai pawai dan cahaya sinar dari kembang api juga mewarnai gelapnya malam, kebetulan beberapa titik di kampung halaman kakek masih ada beberapa tempat yang minim akan pencahayaan karena jauh dari jangkuan listrik.

Kemudian keesokan paginya ketika hari raya lebaran, seusai kami solat idul fitri di tanah lapang kemudian akan dilanjutkan dengan bersalam - salaman, bermaaf-maafan dan saling berkunjung ke rumah sanak keluarga juga para tetangga. Setelah itu biasanya kakek dan ayah akan menganjak kami semua untuk berziarah ke makam kerabat / keluarga yang telah meninggal. 

Mudik ke kampung halaman kakek, tidak lah lengkap jika tidak berlibur atau berkunjung ke lokasi wisata yang tersedia, Kebetulan rumah kakek dekat dengan lokasi wisata Telaga Ranjeng dan Agro wisata Kaligoa, di mana tempat tersebut menyajikan hamparan perkebunan teh dan tempat situs bersejarah berupa Goa peninggalan dari bangsa Jepang. Setelah puas berwisata menikmati alam, untuk melengkapi perjalanan mudik kami, tentu saja tak ketinggalan kami harus mencari jajanan kuliner khas kampung kakek yang selain untuk oleh - oleh, juga untuk di makan sendir, jajanan kampung walaupun sederhana tapi rasa nikmat nya sungguh tiada tara bandingannya. Dan jajanan itu diantaranya adalah mendoan, ketan pencok, sogol, gorengan dage, kupat tahu, opak petis, telor asin. Ada satu hal lagi yang paling sangat aku sukai ketika berada di kampung halanan kakek, yakni aku bisa mengambil selada air langsung dari sawah kakek. Di sini aku bisa masak dan makan tumis selada air sepuasnya yang aku mau. Masyaallah sungguh sebuah kenikmatan yang maha sempurna.

...


Mudik lebaran di akhir Ramadhan

Mudik lebaran adalah sebuah perjalanan

Perjalanan pulang ke kampung halaman

Mudik lebaran tradisi tahunan

Berbekal cinta dan semangat kerinduan


Menyiapkan makanan untuk bekal di perjalanan

Makan sahur dan berbuka sambil istirahat di jalan

Biasa jika berdesakan dan bermacet - macetan

Itulah serunya cerita perjalanan ketika mudik lebaran


Mudik lebaran mengulas kenangan

Pastilah sayang bila sampai terlewatkan

Mudik lebaran untuk melepas kerinduan

Menengok kembali kampung halaman

Setelah ditinggal pindah ke perantauan


Kampung halaman akan selalu dikenang

Sejauh apapun pasti kan selalu dirindukan

Merindukan berkumpul bersama sanak saudara

Duduk bersama berbincang penuh kehangatan

Ditemani teh hangat dan gorengan mendoan

Mengurai tawa dengan penuh kesederhanaan


Kampung halaman jauh dari silau kemewahan

Kampung halaman dengan berjuta kenangan

Kenangan tentang sanak famili dan handai taulan

Yang takkan usang apalagi terkikis perubahan zaman